karir tak mampu geser peran wanita dalam mengasuh keluarga
ini ada artikel tentang peran perempuan di dalam keluarga yang sebagian besar orang salah persepsi termasuk aku sendiri. tapi ini juga mungkin bisa bikin laki laki tunduk takluk terhadap pasangan yang memiliki karir lebih baik dari pada kita ( laki laki ) yang di bahasa keren nya SUSIS ( suami sieun istri ) heheheh ...
Perempuan tidak dinilai cukup sukses bila keberhasilan membangun karir tidak dibarengi kesuksesan mengelola rumah tangga karena secara kodrati perempuan melahirkan dan menyusui anak sehingga tugas pengasuhan anak dan keluarga termasuk mengurus suami menjadi tanggung-jawabnya.
Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan tugas-tugas yang "dekat rumah", sementara kaum laki-laki pada masanya pergi berburu atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini kemudian dilegitimasi oleh agama dan adat istiadat atas nama kodrat.
Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamiah. Stereotipe yang dianggap kodrat telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki-laki. Akibatnya, lahir pembagian kerja secara seksual. Laki-laki mendapat porsi yang lebih menguntungkan daripada perempuan
Ideologi patriarki (dominasi laki-laki) faktanya telah masuk dalam sistem hukum di Indonesia baik dari peraturan dan kebijakan yang ada, stuktur dan budaya hukumnya, sehingga senantiasa mengekalkan ketidakadilan terhadap perempuan.
Konsep pembakuan peran gender yang mengotak-kotakkan peran laki-laki atau suami dan perempuan atau istri ini hanya memungkinkan perempuan berperan di wilayah domestik yakni sebagai pengurus rumah tangga sementara laki-laki di wilayah publik sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
Ketimpangan nilai atas fungsi ini menyebabkan kaum perempuan mulai menuntut kesetaraan untuk aktif di sektor-sektor publik yang produktif, untuk menjadi perempuan bekerja.
Kekuatan
Pakar pendidikan Prof Dr Arief Rachman mengatakan, pengaruh budaya dan tradisi ketimuran menjadikan perempuan-perempuan Indonesia mampu berperan menjalankan tugas ganda baik sebagai ibu rumah tangga dalam fungsi pengasuhan anak dan keluarga sekaligus sebagai wanita pekerja.
"Perempuan secara kodrat telah dilengkapi dengan kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki laki-laki, sekalipun dalam kehidupan rumah tangga seorang lelaki memiliki peran lebih tinggi," katanya.
Peran perempuan atau ibu dalam pendidikan anak di zaman sekarang sangat penting karena perempuan secara kodrat diberikan kekuatan, yakni kemampuan pengendalian diri, kekuatan emosi, kepekaan sosial, komunikasi psikologis yang tidak terlalu menonjolkan logika.
"Wanita mau lebih sabar dalam menangani anak dengan memberikan perhatian yang cermat terhadap kebutuhan anak-anak sekaligus dengan kepekaannya mampu menjadi benteng bagi keluarga," katanya.
Kalau saat ini terjadi pergeseran peran utama perempuan sebagai penyangga ekonomi keluarga itu sifatnya kasusistis dan fenomena yang terjadi pada masa tertentu saja, namun tetap tidak menggeser sensitivitas perempuan, ungkapnya.
Peran ganda tersebut lahir untuk menjawab pertanyaan siapa yang lantas harus bertanggung-jawab pada masalah domestik rumah tangga jika perempuan pun bekerja di sektor publik.
Keterlibatan perempuan di sektor publik tidak lantas membuat kaum laki-laki otomatis juga terlibat dalam urusan domestik rumah tangga. Nilai kesuksesan bagi seorang perempuan pada akhirnya harus selalu diricek ulang pada kedua sisi peran ganda tersebut. Secara psikologis, perempuan juga dituntut memiliki kepribadian yang siap terbelah ketika ia memutuskan memasuki dunia kerja di sektor publik.
Prof Arief yang juga Guru Besar Universitas Negeri Jakarta ini menyatakan, wanita bekerja tetap tidak kehilangan kepekaan terhadap anaknya. Apalagi jika melihat dari sisi agama peran perempuan sebagai ibu sangat istimewa, yakni sesudah ibu, adalah ibu, sesudah ibu adalah ibu.
"Wanita secara kodrat telah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki laki-laki yakni kegiatan biologis yang meliputi mengandung, melahirkan dan menyusui.
Konsep perempuan tradisional harus siap ditinggalkan karena perempuan sekarang umumnya lebih terampil dalam menyiasati problema ekonomi rumah tangga. "Tidak harus bekerja, namun menjadi ibu rumah tangga perlu aktif dalam organisasi sehingga menjadi lebih mampu mengatasi persoalan rumah tangganya karena manajemen otaknya lebih terampil".
Sejarah dan tradisi beberapa suku di Indonesia ternyata telah mencatatkan persenyawaan kedua peran tersebut. Laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga sama-sama memiliki peran dan tanggung-jawab domestik yang setara.
Di berbagai daerah secara tradisional, ternyata telah dikenal aktivitas perempuan di sektor publik yang juga produktif. Mereka tidak menjalankan sebuah fungsi yang dibedakan sebagai career woman atau housewife secara terpisah.
Mereka terlibat dalam proses produksi di sawah, di pasar, kerja kasar bahkan berburu maupun berbagai pekerjaan lainnya, dalam rangka menjalankan peran domestiknya juga. Sementara laki-laki pun tak kurang dituntutnya untuk bertanggung-jawab juga pada sektor domestik. Misalnya mereka dituntut memberi pendidikan bagi anak-anaknya dan peran-peran lainnya
100% ditambah 100% lagi setuju !
prakteknya harus cocok ya pak..:)
heheh
yapz insya allah bu'ne ....
ttp lah jadi ibu yang baik buat anak dan hormati suami walau ke adaan istri yang lebih dominan (ekonomi)
xixixi
met menyantap makan sahur :)